Friday, 28 February 2025

Sebagian Kecil Dari Ilmu Fikih

Oleh : Sihab



FIKIH

SEPUTAR WUDHU, SHOLAT DAN PUASA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh :

Mohamad Sihabudin, M.Pd.

 

 

 

1.       Pengantar Ilmu

Perlu diketahui bahwa ada tiga ilmu penting yang hukumnya wajib untuk dipelajari oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai muslim sejati. Diantarnya adalah ilmu tasawuf ( akhlaq ),  ilmu akidah atau tauhid dan ilmu fikih yang akan dibahas pada makalah ini.

Pada makalah ini kita akan khusus mempelajari Sebagian kecil dari ilmu fikih yaitu ilmu tatacara dalam beribadah kepada Allah baik ibadah yang langsung kepada Allah atau ibadah yang tidak langsung. Dengan mempelajari ilmu fikih, manusia akan mengetahui bagaimana tatacara berwudhu, sholat, puasa, ibadah haji bahkan sampai tatacara bersuci.

Kita wajib tahu bagaimana tatacara beribadah kepada Allah yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan hadist. Ilmu fikih ini sangat penting contohnya tatacara berwudhu, apabila wudhu kita tidak sah maka sholat pun tidak akan sah dan apabila sholatnya tidak sah maka tidak akan diterima oleh Allah SWT.

2.       WUDHU

Berikut merupakan dali perintah berwudhu sebelum shalat:  

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِييَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إإِلَى الْكَعْبَيْنِ 

Artinya: Wahai orang yang beriman, bila kalian hendak shalat, basuhlah wajah kalian, tangan kalian hingga siku, usaplah kepala kalian, dan (basuhlah) kaki kalian hingga mata kaki (Surat Al-Maidah ayat 6).


Selain itu Imam Muslim juga meriwayatkan di dalam hadits yang menerangkan penolakan shalat tanpa bersuciلَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ 

Artinya: Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci (HR Muslim).

a.       Syarat – syarat dan Rukun – rukun Wudhu

Syarat Sah Wudhu

Rukun Wudhu

Beragama islam

Niat

Tidak berhadas besar

Membasuh Muka

Menggunakan Air suci dan menyucikan

Membasuh Tangan sampai sikut

Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit

Mengusap sebagian kepala

Tamyiz (bisa membedakan baik dan buruk)

Membasuh kaki sampai mata kaki

 

Tertib ( berurutan )

 

b.       Hal – hal Yang Membatalkan Wudhu

Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami, seorang ulama mazhab Syafi‘iyah dalam kitabnya yang berjudul Safinatun Naja (Indonesia, Daru Ihya'il Kutubil Arabiyyah: tanpa tahun) Halaman 25-27 menjelaskan, ada 4 hal yang dapat membatalkan wudhu sehingga seseorang berada dalam keadaan hadats, yaitu sebagaimana berikut:


 

1)      Keluar Sesuatu dari Qubul dan Dubur

Selain sperma, apa pun yang keluar dari lubang qubul (kelamin) dan dubur (anus) baik berupa air kencing, angin atau kotoran, barang suci atau najis, kering atau basah, dan sebagainya, itu semua bisa membatalkan wudhu. Sedangkan bila yang keluar adalah sperma maka tidak membatalkan wudhu, namun yang bersangkutan wajib melakukan mandi junub.

Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 6:

أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ

“.... salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air,”.

2)      Hilang Akal

Orang yang hilang akal atau kesadarannya entah itu karena tidur, gila, mabuk, atau pingsan maka wudhunya menjadi batal. Rasulullah Saw bersabda:

فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Barangsiapa yang tidur maka berwudhulah.” (HR. Abu Dawud)

Namun demikian, ada tidur yang tidak membatalkan wudhu, yaitu posisi tidurnya duduk dengan menetapkan pantat pada tempat duduknya sehingga tidak memungkinkan keluarnya kentut.

3)      Bersentuhan Kulit

​​​​​​​Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan yang keduanya telah baligh, bukan mahram, dan tanpa penghalang bisa membatalkan wudhu. Allah berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 6:

أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ

“... atau kalian menyentuh perempuan.”

Adapun sentuhan kulit yang tidak membatalkan wudhu adalah antara laki-laki dengan laki-laki, perempuan dengan perempuan, dan laki-laki dengan perempuan yang menjadi mahramnya. Selain itu, wudhu juga tidak menjadi batal ketika terjadi sentuhan yang terhalang oleh sesuatu, misalnya kain.

Demikian pula tidak batal wudhunya bila seorang laki-laki yang sudah baligh bersentuhan kulit dengan seorang perempuan yang belum baligh atau sebaliknya. Lalu bagaimana dengan wudhu sepasang suami istri yang bersentuhan kulit?

Wudhu tersebut menjadi batal karena pasangan suami istri bukanlah mahram. Seorang perempuan disebut mahram jika perempuan tersebut haram untuk dinikahi oleh seorang laki-laki. Sebaliknya, seorang perempuan disebut bukan mahram bila boleh dinikahi oleh seorang laki-laki.

Sepasang suami istri adalah dua orang berbeda jenis kelamin yang boleh menikah. Karena keduanya diperbolehkan menikah alias bukan mahram, maka saat bersentuhan kulit tentu wudhunya menjadi batal.

4)      Menyentuh Qubul dan Dubur ( untuk buang air kecil dan untuk buang air besar)

Menyentuh kemaluan dan lubang dubur manusia dengan menggunakan bagian dalam telapak tangan bisa membatalkan wudhu. Rasulullah bersabda:

مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Barangsiapa yang memegang kelaminnya maka berwudhulah.” (HR. Ahmad)

Wudhu seseorang bisa menjadi batal dengan menyentuh kemaluan atau lubang dubur manusia, baik dari orang yang masih hidup atau sudah mati, milik sendiri atau orang lain, anak kecil atau dewasa, sengaja atau tidak sengaja, atau kemaluan yang disentuh itu telah terputus dari badan. Adapun wudhu orang yang disentuh kemaluannya tidak menjadi batal kecuali jika keduanya sudah baligh sebagaimana pada poin ketiga.

Selain itu, wudhu juga tidak menjadi batal jika menyentuh kemaluan dengan menggunakan selain bagian dalam telapak tangan atau menggunakan perantara benda, seperti pakaian, kain, kayu, dan sebagainya. Wallahu a‘lam

3.       SHOLAT

Syarat Shalat 
Lazim diketahui bahwa syarat shalat terbagi menjadi dua; syarat wajib dan syarat sah. Syarat wajib ini maknanya, seseorang tidak dibebani kewajiban shalat ketika salah satu dari syarat-syaratnya tak terpenuhi. 


1. Beragama Islam 
2. Balig 
3. Berakal sehat, 
4. Tidak sedang haid atau nifas, 
5. Mendengar informasi ihwal dakwah Islam (Ini nyaris tak ditemukan sekarang), dan 
6. Memiliki pengelihatan dan pendengaran yang normal 

Dampaknya, tidak wajib shalat bagi yang tunanetra dan tunarungu sejak lahir. Sebab ia tak dapat menerima pelajaran shalat baik dengan isyarat atau kalimat.   


Syarat sah itu sendiri, sebagaimana Syekh al-Islam Abu Zakariya al-Anshari (925 H) dalam 
Tuhfah at-Thullab bi Syarhi Tahriri Tanqih al-Lubab, adalah ma tatawaqqafu ‘alaiha shihhatusshalah wa laisat minha, sesuatu yang menjadi barometer sah dan tidaknya shalat. Artinya, bila ini tidak terpenuhi, maka berdampak pada ketidakabsahan shalat. 

 

Terkait ini, Habib Muhammad bin Ahmad bin Umar as-Syathiri dalam Syarh al-Yaqut an-Nafis fi Madzhab Ibni Idris (halaman 140-147) membahas 15 syarat shalat secara rinci dan gamblang. 

 

Syarat shalat adalah;   
1.  Beragama Islam 
2.  Mumayyiz (syarat ini untuk mengecualikan orang gila dan anak kecil yang belum mengerti apa-apa) 
3.  Sudah masuk waktu shalat 
4.  Mengetahui fardhu-fardhu shalat 
5.  Tidak meyakini satu fardlu pun sebagai laku sunnah 
6.  Suci dari hadats kecil dan besar 
7.  Suci dari najis, baik pakaian, badan, maupun tempat shalat 
8.  Menutup aurat bagi yang mampu (dengan batasan tertentu bagi perempuan dan laki-laki) 
9.  Menghadap kiblat (kecuali bagi musafir yang melaksanakan shalat sunah, orang yang dalam kecamuk perang, dan orang yang buta arah ‘isytibahul qiblah’).
10. Tidak berbicara selain bacaan shalat 
11. Tidak banyak bergerak selain gerakan shalat (Imam Syafi’i membatasinya tiga gerakan) 
12. Tidak sambil makan dan minum 
13. Tidak dalam keraguan apakah sudah bertakbiratulihram atau belum 
14. Tidak berniat memutus shalat atau tidak dalam keraguan apakah akan memutus shalatnya atau tidak.
15. Tidak menggantungkan kebatalan shalatnya dengan sesuatu apa pun   

 

Rukun Shalat 
Dalam sebuah hadits dikatakan, 
shallu kama ra’aitumuni ’ushalli, shalatlah sebagaimana engkau melihat diriku melakukannya. Hadits sahih riwayat al-Bukhari ini mengajarkan bahwa tidak ada cara shalat selain seperti yang pernah Nabi lakukan berdasarkan riwayat para sahabatnya. 

 

Dan, para ulama berhasil merumuskan fardlu atau rukun shalat menjadi 15 (dengan menghitung tiap-tiap thuma’ninah [tenang, tak bergerak sejenak] sebagai satu rukun). 

 

Berikut rinciannya;   
1. Niat 
2. Takbiratulihram 
3. Memasang niat bersamaan dengan 
takbiratulihram 
4. Berdiri bagi yang mampu (hal ini berdasarkan hadits al-Bukhari yang artinya, 
‘Shalatlah dengan cara berdiri, bila tak mampu, maka boleh duduk. Bila tidak mampu juga, boleh sambil tidur miring’. 
Ada tambahan dalam riwayat an-Nasa’i, 
‘jika masih tidak mampu, boleh dengan terlentang, Allah tidak membebani seseorang di luar kemampuannya’) 
5. Membaca surah al-Fatihah (berdasar pada hadits 
La shalata li man lam yaqra’ bi fatihatil kitab, “Shalat tak akan sah bagi yang tidak membaca surah al-Fatihah”. Bila tidak mampu, boleh membaca ayat lain yang diketahuinya. Jika masih tak mampu, boleh berdzikir atau membaca doa-doa, dan pilihan terakhir kalau tetap tak mampu adalah berdiam sekadar waktu membaca surah al-Fatihah) 
6. Rukuk 
7. I’tidal 
8. Sujud 
9. Duduk di antara dua sujud 
10. Thuma’ninah dalam empat rukun sebelumnya (rukuk, i’tidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud) 
11. Tasyahhud akhir 
12. Membaca shalawat Nabi setelah tasyahhud akhir 
13. Melafalkan salam 
14. Duduk untuk membaca tasyahud akhir, shalawat Nabi, dan salam 
15. Tertib dalam melakukan semua rukun di atas   

 

Rincian-rincian ini merupakan hal yang harus dipenuhi dalam shalat lahiriah. Adapun untuk shalat batiniah, satu hal yang tak boleh hilang, yaitu kesadaran akan esensi kerendahan kita sebagai hamba di hadapan keagungan Tuhan (rububiyyah). 

 


Inilah yang kita kenal dengan khusyuk. Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 45:

 

   وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ  وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَۙ   

 

Artinya: Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. 

 

Imam Fakhruddin ar-Razi (604 H) mengatakan, khusyuk adalah at-tadzallul wa al-khudhû’ (memperlihatkan esensi kerendahan dan ketundukan) kepada Allah SWT. 

 

Terkait penggalan terakhir ayat di atas, sang mufasir kenamaan asal Iran ini, dalam masterpiece-nya Mafâtîhul Ghaib (juz 3, halaman 50) menjelaskan maksud ayat dan latar belakang ketidakkhusyukan seseorang dalam shalatnya. Ia mengatakan:


   وإنما المراد بقوله: وإنها ثقيلة على من لم يخشع  أنه من حيث لا يعتقد في فعلها ثوابا ولا في تركها عقابا فيصعب عليه فعلها   

 

Artinya: Maksud dari kalimat: ‘Shalat itu berat bagi yang tidak khusyuk’, yaitu dilihat dari aspek ketika ia tak meyakini pahala karena melakukan shalat, dan siksa karena meninggalkannya, sehingga tentu berat rasa saat melakukannya.   
 

Orang yang tidak mantap hati melihat kesungguhan Allah memberi ganjaran terbaik-Nya (pahala) bagi yang khusyuk, juga siksa terberat-Nya bagi yang meninggalkan, pastilah akan merasa berat melakukan shalat. Logika sederhananya, menurut ar-Razi, sungguh absurd bila seseorang rela sibuk lagi rutin melakukan sesuatu yang baginya tiada berguna sama sekali. Namun, bagi yang merasa bahwa hal itu sangat penting, bahkan pada dirinya terdapat candu spiritual (al-‘isyqu), pastilah akan ringan dan membahagiakan. Sehingga, tepat ketika Al-Qur’an menyifati mereka dengan lakabîrotun (rasa teramat berat).   

 

Ada banyak kisah kekhusyukan shalat para ulama shalafuna as-shalih yang bisa menjadi perenungan. Seperti kisah Dzun-Nun al-Mishri (180 H) yang ketika mengucapkan ‘Allahu Akbar’ dalam shalat, ia tersungkur lemas tanpa tenaga seakan raga tanpa nyawa. Juga seperti kisah Abu Sa’id Abul Khair Aqta’ (1049 M) yang pernah mengidap penyakit gangrene dan diamputasi—berdasarkan saran dari para muridnya yang mengetahui kondisi spiritual sang guru—saat ia tengah khusyuk dalam shalatnya.

 

4.       PUASA

Syarat Puasa

Rukun Puasa

Beragama Islam

Niat Puasa Ramadhan Pada Malam Hari

Baligh (ciri-ciri balighnya laki-laki dan perempuan berbeda. Bisa dilihat di ilmu fikih)

Menahan Diri Dari Segala Sesuatu Yang Membatalkan

Berakal Sehat

 

Mampu dan Kuat Berpuasa

 

Mengetahui Awal Masuk Bulan Ramadhan

 

 

Hal – hal yang Membatalkan Puasa :

1.       Masuknya sesuatu ke dalam tubuh secara sengaja. Artinya, jangan sampai ada sesuatu yang masuk ke dalam tubuh melalui salah satu lubang yang berpangkal pada organ bagian dalam (jauf) seperti mulut, hidung, dan telinga. Jika hal itu tidak sengaja, maka puasa tetap sah.
2. Berobat dengan cara memasukkan obat atau benda melalui qubul (lubang bagian depan) atau dubur (lubang bagian belakang). Seperti pengobatan bagi orang yang menderita ambeien atau orang yang sakit dengan pengobatan memasang kateter urin.
3.
Muntah dengan disengaja. Orang yang muntah karena tidak disengaja maka puasanya tidak batal selama tidak ada muntahan yang ditelan.
4. Melakukan hubungan suami istri di siang hari puasa dengan sengaja. Untuk yang keempat ini tidak hanya membatalkan puasa, tetapi orang yang melakukannya juga dikenai denda (kafarat). Denda tersebut berupa melakukan puasa (di luar Ramadhan) selama dua bulan berturut-turut. Jika tidak maka ia harus memberi makan satu mud (0,6 kg beras atau ¼ liter beras) kepada 60 fakir miskin.
 

5.       Keluar air mani (sperma) sebab bersentuhan kulit. Seperti mani yang keluar karena melakukan onani atau bersentuhan kulit dengan lawan jenis tanpa melakukan hubungan seksual. Berbeda jika keluar mani sebab mimpi basah (ihtilam), maka puasanya tetap sah.
6. Haid atau nifas saat siang hari berpuasa. Wanita yang mengalami haid atau nifas, selain puasanya batal juga diwajibkan untuk mengqadhanya ketika Ramadhan usai nanti. 

7. Mengalami gangguan jiwa atau gila (junun) saat sedang berpuasa. Orang yang sedang melaksanakan puasa Ramadhan di siang hari, kemudian gila, maka puasanya batal. Orang tersebut harus mengqadhanya jika ia sudah sembuh. 

8. Murtad atau keluar dari agama Islam. Artinya, jika orang yang sedang berpuasa melakukan hal-hal yang bisa membuat dirinya murtad seperti menyekutukan Allah swt atau mengingkari hukum-hukum syariat yang telah disepakati ulama (mujma’ ‘alaih).
 


Sebagian Kecil Dari Ilmu Akidah

 Oleh : Sihab




AKIDAH

BERIMAN KEPADA ALLAH DAN RASULNYA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh :

Mohamad Sihabudin, M.Pd.

 

 

 

1.       Pengantar Ilmu

Akidah menurut bahasa berarti ikatan, sedangkan menurut istilah, akidah adalah kepercayaan dan keyakinan kepada Allah. Ilmu akidah sering juga disebut dengan ilmu tauhid ( mengesakan Allah ) kenapa demikian, karena tauhid itu adalah bagian terpenting dalam ilmu Aqidah.

Ada tiga ilmu penting yang harus bahkan hukumnya wajib untuk dipelajari oleh setiap orang yang mengaku dirinya sebagai muslim sejati. Diantarnya adalah ilmu fikih, tasawuf ( akhlaq ) dan ilmu akidah atau tauhid.

Pada makalah ini kita akan khusus mempelajari Sebagian kecil dari ilmu akidah atau tauhid. Dengan mempelajari ilmu akidah, manusia akan mengetahui bahwa Allah itu maha esa, maha kuasa dan Allah tidak sama dengan ciptan-Nya. Kita tidak akan kenal dengan Allah apabila kita tidak mempelajari ilmu ini dan kita tidak akan masuk syurga apabila kita tidak kenal dengan Sang pencipta.

Kita wajib tahu sifat – sifat Allah yang sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan kita juga wajib tahu bahwa Allah telah mengutus para nabi dan rasul. Oleh karena itu mari kita awali kegiatan tholabul ilmi ini dengan menghafal sifat Allah dan segala sesuatu yang berkaitan dengan utusan Allah.

 

2.       Sifat – sifat wajib bagi Allah ( Sifat yang pasti ada pada Allah )

 

a.       Wujud

Sifat Wujud menunjukkan bahwa Allah SWT adalah Dzat yang benar-benar ada. Keberadaan Allah SWT tidak terbatas pada waktu, tempat, atau kondisi apa pun. Allah SWT ada sebelum segala sesuatu ada dan keberadaan-Nya adalah keberadaan yang hakiki.

Wujud Allah adalah sumber keberadaan bagi segala yang ada, dan dari-Nya lahirlah segala bentuk eksistensi.Keberadaan-Nya adalah keberadaan yang mutlak, tanpa batasan atau ketergantungan pada faktor eksternal

b.      Qidam

Sifat wajib Allah SWT selanjutnya adalah Qidam. Sifat Qidam menunjukkan bahwa Allah SWT adalah Dzat yang ada sebelum segala sesuatu. Dia kekal dan abadi, tidak terikat oleh waktu atau keadaan. Qidam menegaskan bahwa keberadaan Allah SWT tidak terbatas pada waktu karena Dia Maha Awal yang ada sebelum segala sesuatu diciptakan.

Di sisi lain, sifat Qidam juga menunjukkan bahwa Allah SWT tidak memiliki permulaan dan tidak akan pernah berakhir

c.       Baqa ( Baqo )

Allah SWT memiliki sifat Baqa, yang berarti kekekalan atau keabadian. Sifat ini menunjukkan bahwa Allah SWT tidak akan pernah binasa atau berubah, Dia kekal dan abadi selama-lamanya. Kekekalan Allah SWT berarti tidak ada yang dapat menghentikan atau mengubah-Nya, karena Dia adalah Maha Pencipta segala sesuatu. Baqa juga mencerminkan keesaan dan ketidaktergantungan. Dalam hal ini, Allah tidak berubah dan tidak terpengaruh oleh perubahan atau kerusakan apapun. Keabadian-Nya menjamin bahwa tidak ada yang bisa menghancurkan-Nya atau mengakhiri-Nya.

 

 

 

d.      Mukholafatu Lil Hawaditsi

Sifat Mukhalafatu Lil Hawaditsi menunjukkan bahwa Allah SWT berbeda dengan segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Dia tidak terikat oleh sifat-sifat makhluk, seperti perubahan, kelemahan, atau ketergantungan. Allah SWT tetap abadi dan tidak berubah.

Mukhalafatu Lil Hawaditsi menegaskan, bahwa Allah SWT tidak memiliki kesamaan atau ketergantungan dengan segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Allah SWT adalah Maha Sempurna dan tidak terikat oleh hukum-hukum alam yang Dia ciptakan

 

e.       Qiyamuhu Binafsihi

Allah SWT memiliki sifat Qiyamuhu Binafsihi, yang berarti bahwa Allah SWT berdiri sendiri dengan diri-Nya sendiri. Dia tidak memerlukan bantuan atau dukungan dari siapapun untuk eksis atau berdiri. Allah SWT adalah Dzat yang berdiri sendiri, tidak tergantung pada siapapun. Hal ini menunjukkan bahwa segala yang ada dalam alam semesta ini tunduk pada kehendak Nya yang mutlak, tanpa ada yang bisa menghalangi-Nya. Allah SWT adalah dzat yang mandiri dan tidak tergantung pada siapapun, yang menegaskan bahwa keberadaan-Nya tidak memerlukan bantuan dari siapapun.

 

f.        Wahadaniyah

Sifat wajib Allah SWT selanjutnya, yaitu Wahadaniyah. Sifat ini menegaskan bahwa Allah SWT adalah Esa dan tidak ada yang serupa dengan-Nya.  Allah SWT adalah satu-satunya dzat yang memiliki keesaan mutlak. Tidak ada yang bisa menandingi atau menyamai-Nya dalam sifat dan keesaan-Nya. Wahadaniyah Allah SWT adalah dasar dari semua keyakinan dalam Islam tentang keesaan Tuhan. Sifat ini menegaskan bahwa Allah tidak terbagi atau terpecah belah dalam keberadaan atau sifat-Nya. Allah SWT adalah satu-satunya yang memiliki kekuatan mutlak, kebijaksanaan, dan keberadaan yang abadi.

 

g.       Qudrat

Sifat Qudrat menunjukkan bahwa Allah SWT memiliki kekuasaan yang mutlak atas segala sesuatu. Kekuasaan-Nya mencakup segala aspek penciptaan, pemeliharaan, dan pengaturan alam semesta ini. Tidak ada yang dapat menandingi atau menghalangi kehendak-Nya, karena kekuasaan-Nya tidak terbatas. Melalui kekuasaan-Nya, Allah SWT menciptakan segala sesuatu dari tiada menjadi ada, dan mengatur alam semesta sesuai dengan kebijaksanaan-Nya. Kekuasaan-Nya tidak terbatas oleh waktu atau ruang, dan tidak ada yang bisa menghalangi-Nya dalam menegakkan kehendak-Nya.

 

h.      Iradat

Sifat Iradat menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini terjadi dengan kehendak Allah SWT.  Apa pun yang terjadi, baik dalam penciptaan maupun keputusan-Nya, semuanya dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya yang mutlak. Iradat Allah mencerminkan bahwa Dia adalah Dzat yang memiliki kehendak yang bebas dan tak terbatas. Kehendak-Nya adalah kehendak yang penuh hikmah dan keadilan, yang mengatur segala sesuatu di alam semesta ini.


 

i.        Ilmun ( Ilmu)

Sifat Ilmun menunjukkan bahwa sifat wajib Allah SWT adalah Maha Mengetahui segala sesuatu. Ilmu Allah SWT mencakup segala sesuatu yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi.  Allah SWT tidak hanya mengetahui apa yang ada di permukaan, tetapi juga apa yang tersembunyi dalam hati dan pikiran setiap makhluk. Ilmun Allah SWT adalah sumber dari pengetahuan dan kebijaksanaan yang tidak terbatas, yang merupakan fokus dari segala keyakinan dan keberlangsungan alam semesta.

 

j.         Hayat

Sifat Hayat menunjukkan bahwa Allah SWT adalah Dzat yang hidup dengan kehidupan yang sempurna dan abadi. Kehidupan-Nya tidak tergantung pada apapun dan tidak terbatas oleh waktu atau kondisi. Allah SWT adalah sumber dari segala kehidupan, yang tidak pernah terancam atau berubah. Kehidupan Allah SWT adalah kehidupan yang hakiki dan sempurna, yang meliputi kehidupan ruhani dan jasmani, serta abadi tanpa akhir.

 

k.       Sam’un (Sama’)

Sifat Sam’un menegaskan bahwa Allah SWT adalah Maha Mendengar. Allah SWT mendengar segala yang diucapkan, baik secara terbuka maupun dalam hati. Dengan sifat Sam’un-Nya, Allah tidak hanya mendengar suara-suara, tetapi juga mengetahui makna di balik setiap ucapan dan perasaan manusia. Dengan kata lain, Allah SWT tidak hanya mendengar apa yang kita katakan, tetapi juga apa yang tidak kita katakan. Ia mengerti kebutuhan dan kesulitan kita lebih baik daripada kita sendiri.

 

l.        Basar

Allah SWT memiliki sifat Basar, yang berarti penglihatan yang sempurna. Penglihatan-Nya mencakup segala sesuatu, tidak ada yang tersembunyi dari pandangan-Nya.  Sifat Basar menegaskan bahwa Allah SWT melihat segala sesuatu dengan sempurna, baik yang nyata maupun yang tersembunyi. Allah SWT tidak hanya melihat apa yang terjadi di alam semesta ini, tetapi juga memahami makna dan tujuan di balik setiap kejadian.

 

m.    Kalam

Sifat Kalam menunjukkan bahwa Allah SWT memiliki firman yang merupakan wahyu-Nya kepada para Rasul. Firman Allah SWT adalah manifestasi dari kehendak-Nya yang mutlak, sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Firman Allah SWT adalah sumber hukum dan petunjuk yang sempurna untuk manusia.

 

n.      Qadiran

Qadiran menunjukkan bahwa Allah SWT memiliki kekuasaan yang mutlak atas segala sesuatu. Kekuasaan-Nya tidak terbatas dan Dia mampu melakukan apa pun yang Dia kehendaki. Allah SWT menciptakan, mengatur, dan mengendalikan alam semesta ini sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang agung. Tidak ada yang bisa menandingi atau menghalangi kehendak-Nya yang mutlak.

 


 

o.      Muridan

Sifat Muridan menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Menghendaki dan kehendak-Nya terjadi tanpa ada yang bisa menghalangi atau mengubahnya. Keinginan Allah SWT adalah yang paling baik dan yang terbaik untuk seluruh ciptaan-Nya.

Allah menghendaki segala sesuatu dengan kehendak-Nya yang sempurna dan benar, yang mencakup segala aspek kehidupan dan kenyataan.

Sifat Muridan ini mencerminkan bahwa Allah SWT adalah Sang Pencipta yang memiliki kehendak yang tidak terbatas dalam menciptakan dan mengatur alam semesta ini.

 

p.      Aliman

Sifat Aliman menunjukkan bahwa Allah SWT adalah Maha Mengetahui dengan pengetahuan yang sempurna dan menyeluruh. Pengetahuan-Nya mencakup apa terjadi di masa lalu, sekarang, maupun yang akan datang. Sungguh tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya yang mendalam. Sifat wajib Allah SWT ini menunjukkan bahwa Dia mengetahui semua yang ada di alam semesta ini, termasuk apa yang ada di dalam hati dan pikiran setiap makhluk.

 

q.      Hayyan

Sifat Hayyan menunjukkan bahwa Allah SWT hidup dengan kehidupan yang sempurna dan abadi. Kehidupan-Nya tidak tergantung pada apapun dan tidak memiliki awal atau akhir. 

Allah SWT adalah sumber dari segala kehidupan, yang menunjukkan keabadian-Nya yang hakiki. Hayyan menggambarkan bahwa Allah SWT adalah dzat yang hidup secara aktif dan tidak pernah mati atau berubah.

 

r.        Bashiran

Sifat Bashiran menunjukkan bahwa Allah SWT Maha Melihat dan mengetahui segala sesuatu yang terjadi. Penglihatan-Nya sangat luas dan tidak ada yang tersembunyi dari penglihatan-Nya. Bashiran mencerminkan bahwa Allah SWT adalah Maha Mengetahui tentang keadaan manusia dan seluruh alam. Bashiran adalah sifat wajib Allah  SWT yang menyampaikan kabar gembira kepada hamba-Nya. Allah SWT memberi kabar gembira tentang balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, serta memberi peringatan bagi orang-orang yang melakukan kejahatan.

 

s.       Mutakkaliman

Sifat Mutakkaliman menunjukkan bahwa Allah SWT berbicara dengan kehendak-Nya sendiri. Firman Allah SWT merupakan wahyu yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya sebagai pedoman hidup bagi umat manusia. Mutakalliman adalah sifat yang menegaskan bahwa Allah SWT berbicara dengan kebenaran dan kebijaksanaan yang tidak terbatas, serta memberikan pengajaran dan bimbingan yang bermanfaat bagi umat manusia. Wahyu yang Allah turunkan merupakan bentuk kasih sayang-Nya terhadap umat manusia.Demikian penjelasan mengenai sifat wajib Allah SWT yang perlu Sahabat ketahui. Maha Benar Allah SWT atas segala apa yang Dia kehendaki.

 

 

 

3.       Sifat - sifat Wajib Bagi Rasulullah ( sifat yang pasti ada pada utusan Allah )

 

a.       Siddiq ( Jujur )

Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat jujur dalam segala hal. Beliau tidak pernah berbohong dan selalu berbicara dengan kejujuran yang tulus. Salah satu contoh konkret dari sifat sidik ini adalah ketika beliau diberi gelar Al-Amin oleh masyarakat Mekkah karena kejujurannya yang luar biasa. Rasulullah SAW selalu menekankan pentingnya kejujuran dalam setiap aspek kehidupan. Contoh lain adalah saat beliau menegaskan, “Kejujuran membawa pada kebaikan dan kebaikan membawa pada Surga.” (Al-Bukhari).

b.      Amanah ( Dapat dipercaya )

Rasulullah SAW adalah sosok yang sangat dipercaya oleh semua orang di sekitarnya. Beliau selalu menepati janji, menjaga kepercayaan, dan tidak pernah mengecewakan harapan orang lain. Contoh konkret dari sifat amanah ini adalah ketika beliau dipercaya oleh Khadijah RA untuk mengelola kekayaan dan usaha dagangnya dengan penuh kepercayaan.  Seperti yang disampaikan dalam ayat, “Dan janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27).

c.       Tabligh ( Menyampaikan )

Rasulullah SAW adalah utusan Allah yang diutus untuk menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia. Beliau dengan gigih dan penuh keikhlasan menyampaikan risalah Allah SWT kepada semua orang, tanpa pandang bulu. Contoh nyata dari sifat tablig ini adalah ketika beliau menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dalam menyampaikan dakwah Islam, namun tidak pernah menyerah dan terus berjuang dengan penuh semangat.

d.      Fathonah ( Cerdas )

Rasulullah SAW juga diberkahi dengan kecerdasan yang luar biasa. Beliau mampu mengambil keputusan yang bijaksana dan tepat dalam berbagai situasi. Salah satu contoh penerapan sifat fathonah ini adalah ketika beliau merumuskan Perjanjian Hudaibiyah yang memperkuat hubungan antara Muslim dan non-Muslim di Mekah. Beliau menunjukkan bahwa kecerdasan bukan hanya tentang kecerdasan intelektual, tetapi juga tentang kebijaksanaan dalam menghadapi setiap situasi.

 

Mengenai Sifat Rasul ini, penjelasan singkatnya adalah sifat wajib bagi Rasul ( sifat yang pasti ada pada diri Rasul ),  sifat mustahil bagi Rasul ( sifat yang pasti tidak ada pada diri Rasul ) dan sifat jaiz bagi rasul (sifat yang bisa ada dan bisa juga tidak ada yang disebut sifat kemanusiaan).

 

Sifat Wajib

Sifat Mustahil

Sifat Jaiz

Siddiq = Jujur

Kidzib = Berbohong

‘Arodul basyariyyah = sifat kemanusian.

Contoh : makan, menikah, tidur dan lain sebagainnya

Amanah = Terpercaya

Khiyanat = Berkhianat

Tabligh = Menyampaikan

Kitman = Menyembunyikan

Fathonah = Cerdas

Baladah = Bodoh

 

 

 

4.       Keluarga Nabi Muhammad

Pada bagian akhir ini, kita akan mengenal lebih dalam mengenai Rasulullah dan orang – orang yang Bersama dengan beliau. Diantara tanda cinta kita kepada Nabi Muhammad yaitu dengan mengikuti langkahnya dan mengenal keluarganya.

 

a.       Nasab Nabi Muhammad

 

“salam kitab Sirah disebutkan bahwa Rasulullah , dia adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib — nama asli Abdul Muttalib adalah Syaibah bin Hasyim — nama asli Hasyim adalah Umar bin Abdu Manaf — nama asli Abdu Manaf adalah Mughirah bin Qusayy bin Kilab bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin al-Nadlr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah — nama asli Mudrikah adalah ‘Amr bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’add bin ‘Adnan bin Udda — dilafalkan juga Udada bin Muqawwim bin Nahur bin Tayrah bin Ya’ruba bin Yasyjuba bin Nabat bin Ismail bin Ibrahim — khalil al-rahman — bin Tarih — dia adalah Azar — bin Nahur bin Sarug bin Ra’u bin Falikh bin Aybar bin Syalikh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh bin Lamak bin Mattu Syalakh bin Akhnunkh — dia adalah Nabi Idris, bani Adam pertama yang dianugerahi kenabian dan baca tulis — bin Yard bin Malayil bin Qainan bin Yanisy bin Syits bin Adam 'alaihis salam.” (Imam Ibnu Hisyam, al-Sirah al-Nabawiyyah, ed. Umar Abdul Salam Tadmuri, Dar al-Kutub al-‘Arab, 1990, juz 1, h. 11-16).

 

b.       Istri – istri Nabi Muhammad SAW. ( mereka yang disebut dengan Ummul Mu’miniin )

 

Karena julukannya Ummul mu’miniin (ibu dari orang-orang yang beriman) maka Wanita-wanita mulia ini tidak boleh dinikahi oleh siapapun meskipun Rasulullah telah tiada.

Berikut nama-nama istri Rasulullah yang harus kita ketahui:

1.       Sayyidah Khodijah binti Khuwailid

2.       Sayyidah Zainab binti Khuzimah

3.       Sayyidah ‘Aisyah binti Abu bakar Assiddiq

4.       Sayyidah Hafshoh binti Umar bin Khattab

5.       Sayyidah Saudah binti Zam’ah

6.       Sayyidah Shofiyyah binti khuyay bin Akhtob

7.       Sayyidah Maimunah binti Kharist bin Khazn

8.       Sayyidah Ummu Habibah ( Romlah binti Abi Sufyan )

9.       Sayyidah Ummu Salamah ( Hindun ) binti Abu Umayyah

10.   Sayyidah Zainab binti Jahsyin

11.   Sayyidah Juwairiyyah binti Harist Al-Huza’iyyah


c.  Putra dan putri Nabi Muhammad

Putra

Putri

Sayyid Qosim

Sayyidah Zainab

Sayyid Abdullah

Sayyidah Ruqoyyah

Sayyid Ibrohim

Sayyidah Fatimah

 

Sayyidah Ummu Kulsum

 

5.       Penutup

Demikian Penulis sampaikan sebagian kecil daripada ilmu akidah yang bersumber dari kitab Tijan darori dan kitab ‘Aqidatul awam. InsyaAllah jika ada umur panjang serta kesempatan maka tulisan ini akan dilanjutkan.

Dan Penulis mohon kepada Allah yang maha pemurah agar memberikan rasa Ikhlas dalam beramal. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi setiap orang yang berpegang teguh pada akidah ini.