Oleh : Sihab
AL-QUR’AN
MENGENAL AL-QUR’AN DAN PENJELASAN AL-QUR’AN SURAT
AL-BAQAROH : 186
Disusun Oleh :
Mohamad Sihabudin, M.Pd.
1.
PENGERTIAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui
perantara malaikat Jibril yang diawali dengan surat Al-Fatihah diakhiri dengan
surat An-Nas menggunakan bahasa arab sebagai mukjizat Nabi Muhammad dan apabila
dibaca bernilai ibadah.
Nabi Muhammad menjadi Nabi yang paling mulia karena mukjizatnya Al-Qur’an,
Malaikat Jibril menjadi malaikat yang paling mulia karena tugasnya menyampaikan
Al-Qur’an, Ramadhan menjadi mulia karena di bulan Ramadhan Al-Qur’an diturunkan
bahkan di alam kubur yang gelap pun bisa menjadi terang apabila ada cahanya
Al-Qur’an.
Al-Qur’an merupakan kitab Allah
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai pedoman hidup bagi manusia.
Dalam prosesnya, Al-Qur’an sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnu Abbas dan
disepakati mayoritas ulama, diturunkan melalui dua fase. Fase pertama
disebut fase “inzali” yaitu turunnya Al-Qur’an secara global dari Lauhul
Mahfudz menuju Baitul Izzah di langit dunia sebagai bentuk pengagungan terhadap
Al-Qur’an. Fase kedua disebut “tanzili” yaitu turunnya Al-Qur’an secara
bertahap kepada Nabi Muhammad saw selama 23 tahun sesuai dengan peristiwa yang
terjadi (mempertimbangkan sebab turunnya). (Manna Al-Qathan, Mabahits fi ulumil
Qur’an, tt [Kairo: Maktabah Wahbah], hal 96).
Berikut adalah pokok-pokok ajaran
kitab Al-Quran sebagai pedoman hidup umat muslim dikutip dari buku Ketika
Al-Qur’an Tak Lagi Diagungkan karya Muhammad Ilham Nur (2017:17).
1. Akidah
Akidah mengajarkan kepercayaan
kepada Allah SWT, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, serta hari akhir
dan takdir. Keenam perkara tersebut dikenal sebagai rukun iman yang harus
dipahami oleh seluruh umat muslim. Selain itu, Al-Quran juga melakukan
pembuktian bahwa Islam adalah ajaran agama yang benar dan harus diyakini
keabsahannya
2. Ibadah
Tujuan manusia hidup adalah untuk
beribadah dan menyiapkan bekal saat di akhirat nanti. Oleh karena itu, di dalam
Al-Quran terdapat sejumlah ibadah yang wajib sertan sunnah yang dikerjakan umat
muslim.
3. Muamalah
Al-Quran menjalankan tentang muamalah
dan hubungan sosial dalam bermasyarakat. Adapun prinsip muamalah adalah
mengajarkan hubungan yang baik antar manusia, baik dalam keluarga, tetangga,
maupun masyarakat secara umum.
4. Akhlak Mulia
Salah satu tujuan agama Islam
adalah untuk menyebarkan akhlak yang mulia dan dalam Al-Quran sudah dijelaskan
secara khusus mengenai akhlak-akhlak tersebut.
5. Sejarah
Dalam Al-Quran dijelaskann
tentang kisah dan cerita umat terdahulu serta memberikan beberap prediksi masa
depan, seperti kejatuhan Romawi dan ekspansi ke bulan.
6. Syariat
Al-Quran juga berisi tentang
syariat, hukum-hukum Islam yang
berkaitan dengan ibadah, sosial, politik, dan lainnya.
2. PENJELASAN AL-QUR’AN SURAT AL-BAQAROH AYAT 186
Berikut ini adalah teks,
transliterasi, terjemahan, sababun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama
atas surat Al-Baqarah ayat 186:
وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ
فَاِنِّيْ قَرِيْبٌۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ
فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِيْ وَلْيُؤْمِنُوْا بِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
Wa
idzā sa'alaka ‘ibādī ‘annī fa innī qarīb, ujību da‘watad-dā‘i idzā da‘āni
falyastajībū lī walyu'minū bī la‘allahum yarsyudūn.
Artinya: “Apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Maka,
hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka
selalu berada dalam kebenaran.”
Sabab Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 186
Syekh Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menyebutkan riwayat terkait sebab turun
Al-Baqarah 186.
Sebab turun ayat ini dikatakan, suatu
ketika orang Badui datang menemui Nabi Muhammad saw dan berkata: “Apakah Tuhan
kita dekat, sehingga kita berdoa dengan lirih atau jauh, sehingga kita berdoa
dengan lantang?”, Kemudian Allah menurunkan ayat ini. Diriwayatkan dari
Qatadah dan ulama lainnya bahwa sahabat pernah bertanya kepada Nabi: “Bagaimana
kami berdoa kepada Tuhan kami wahai Nabi Allah? Apakah dengan berbisik atau
dengan memanggil lantang?” Kemudian Allah menurunkan ayat ini.
Atha’ dan ulama lainnya berkata, bahwa sahabat bertanya: “Di mana Tuhan kami?”
Ibnu Abbas berkata bahwa Yahudi Madinah berkata kepada Nabi Saw: “Wahai
Muhammad, bagaimana Tuhanmu mendengar doa?” Kemudian Allah menurunkan ayat
ini”. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, [Beirut,
Darul Fikr], juz II, halaman 43).
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 186 Ayat
186 surat Al-Baqarah menjelaskan dengan tegas kedekatan Allah terhadap
hamba-hamba-Nya, terutama dalam mengabulkan doanya. Bahkan kedekatan Allah
digambarkan lebih dekat dari urat nadi hamba-Nya. Namun, maksud dari makna
dekat tersebut bukan dekat dilihat dari tempatnya, melainkan dekat dalam
mendengar dan mengabulkan doa hamba-hamba-Nya.
Abu Hayyan dalam tafsirnya menjelaskan “Maksud dekat yang dinisbatkan kepada
Allah bukanlah dekat dalam segi tempat. Yang dimaksud dekat di sini ialah
ungkapan Allah yang mendengar doa hamba-Nya, cepat dalam mengijabahi permintaan
hamba yang meminta kepada-Nya. Perumpaan mudahnya, Allah dalam mengabulkan doa
seperti orang yang dekat dari orang yang berdoa kepada-Nya. Karena kedekatan
jarak tersebut Allah mengabulkan doanya.” (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith,
[Beirut, Darul Fikr:1432 H/2010 M], juz II, halaman 205).
Abu Musa berkata: “Kemudian Nabi
mendekat dan bersabda: ”Wahai umat manusia, lirihkanlah suara kalian. Kalian
tidak berdoa kepada Dzat yang tuli ataupun tidak ada. Sungguh kalian berdoa
pada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat. Dzat yang kalian berdoa
kepada-Nya lebih dekat kepada kalian dari leher kendaraannya”. (Ibnu Katsir,
Tafsir Al-Qur’anil Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/
1420 H], juz I, halaman 506).
Setiap hamba yang merasa dekat dengan
Allah maka akan senantiasa berdo’a kepada Allah dengan niat ibadah dan sebagai
bentuk penghambaan kepada-Nya.
Adapun arahan Syekh Abdul Qadir dalam
menjelaskan enam hal yang berkaitan dengan tata cara yang ideal ketika berdoa,
yaitu:
1.
Membentangkan kedua tangan dengan posisi menengadahkan telapak tangan
2. Mendahulukan memuji kepada Allah
3. Lalu membaca shalawat kepada Rasulullah
4. Menghaturkan permohonan kepada Allah
5. Wajah tidak memandang ke arah langit
6. Mengusapkan telapak tangan ke wajah
Tata cara ini merupakan anjuran dari Syekh Abdul Qadir Al-Jilani agar ketika
seseorang berdoa kepada Allah tidak mengabaikan etika berdoa. Sebab berdoa
termasuk ibadah yang memiliki kaitan erat seorang hamba kepada Allah.
Intinya, berdoa bukan semata-mata agar
permintaan segera dikabulkan, akan tetapi berdoa adalah sikap hati seseorang
dalam menghambakan dirinya kepada Allah dan bentuk keterbatasan serta
ketidakmampuan seseorang di hadapan Allah.
Mengutip Ihya Ulumiddin karya Imam
Al-Ghazali, Imam An-Nawawi dalam karyanya Al-Adzkarul Muntakhabah min Kalami
Sayyidil Abrar menyebutkan 10 adab berdoa. Hal ini menunjukkan betapa
sakralitas ibadah doa.
Pertama, kita
menantikan waktu-waktu mulia seperti hari Arafah, bulan Ramadhan, hari Jumat,
sepertiga terakhir dalam setiap malam, dan waktu sahur.
Kedua, kita
memanfaatkan kondisi-kondisi istimewa untuk berdoa seperti saat sujud, saat dua
pasukan berhadap-hadapan siap tempur, ketika turun hujan, dan ketika iqamah
shalat dan sesudahnya.
Ketiga,
menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, dan mengusap wajah sesudah berdoa.
Keempat, mengatur
volume suara agar tidak terlalu keras tetapi juga tidak terlalu rendah.
Kelima,
menghindari kalimat bersajak dalam doa karena dikhawatirkan justru melewati
batas dalam berdoa. Prinsipnya tidak berlebihan dalam penggunaan kata-kata saat
berdoa.
Keenam, berdoa
dengan penuh ketundukkan, kekhusyukan, dan ketakutan kepada Allah SWT.
Ketujuh, mantap
hati dalam berdoa, meyakini pengabulan doa, dan menaruh harapan besar dalam
berdoa. Sufyan bin Uyaynah mengatakan, sadar akan kondisi dirimu jangan sampai
menghalangimu untuk berdoa kepada-Nya. Allah, kata Sufyan, tetap menerima
permohonan Iblis yang tidak lain adalah makhluk-Nya yang paling buruk.
Kedelapan, meminta
terus menerus dalam berdoa.
Kesembilan, membuka
doa dengan lafal zikir. Kita dianjurkan untuk membuka doa dengan pujian dan
shalawat. Demikian pula ketika mengakhiri doa.
Kesepuluh, tobat,
mengembalikan benda-benda kepada mereka yang teraniaya, dan “menghadap” Allah
SWT dengan cara mematuhi segala aturan agama. Pasal sepuluh ini yang sangat
penting.
العاشر :
وهو أهمها والأصل في الإجابة ، وهو التوبة ، ورد المظالم ، والإقبال على الله
تعالى
Artinya: “Pasal kesepuluh, ini pasal
terpenting dan cukup mendasar dalam pengabulan doa, yaitu tobat, mengembalikan
benda-benda kepada mereka yang teraniaya, dan “menghadap” Allah SWT,” (Lihat
An-Nawawi, Al-Adzkar Al-Adzkarul Muntakhabah min Kalami Sayyidil Abrar, Kairo,
Darul Hadits, 2003 M/1424 H, halaman 372). Wallahu a‘lam.